Makna Sanghyang Tikoro dalam bahasa Indonesia adalah dewa tenggorokan. Sanghyang berarti dewa sedangkan tikoro berarti tenggorokan. Sekitar 20-30 juta tahun yang lalu daerah tersebut adalah terumbu karang indah dengan kedalaman sekitar 10-20 meter. Terbentuknya gua bawah tanah tersebut membuktikan bagaimana hebatnya proses erosi yang dilakukan aliran Citarum hingga mampu melubangi batuan kapur yang keras.
Agaknya dari peribahasa Sunda cikaracak ninggang batu lila-lila jadi legog terinspirasi dari peristiwa erosi tersebut. Banyak orang percaya bahwa gua ini adalah tempat bobolnya Danau Bandung Purba. Padahal dalam buku Geowisata Sejarah Bumi Bandung yang ditulis T.Bachtiar bersama rekan-rekan dari Riset Cekungan Bandung, menyatakan bahwa bobolnya danau tersebut bukan di sini melainkan di daerah Pasir Kiara dan Pasir Larang.
Sang Hyang Tikoro
Ada mitos yang menyebutkan bahwa bilamana seutas rambut atau sepotong
lidi terbawa hanyut ke dalam Sanghyang Tikoro, maka akan terdengar
jeritan yang menyayat hati dan Bandung akan kembali tergenang menjadi
danau. Secara keilmuan hal itu tidak mungkin terjadi.
Tetapi secara filosofis mitos tersebut mengajarkan anak-anak Sunda untuk mencintai alamnya dengan tidak membuang apapun ke dalam sungai. Aliran sungai yang mengaliri gua tersebut dibendung terlebih dahulu oleh Sangkuriang modern di PLTA Saguling untuk menghasilkan listrik 700 MW untuk pasokan Jawa dan Bali.
Tetapi secara filosofis mitos tersebut mengajarkan anak-anak Sunda untuk mencintai alamnya dengan tidak membuang apapun ke dalam sungai. Aliran sungai yang mengaliri gua tersebut dibendung terlebih dahulu oleh Sangkuriang modern di PLTA Saguling untuk menghasilkan listrik 700 MW untuk pasokan Jawa dan Bali.
Danau Bandung Purba
Sayangnya air Citarum yang mengalirinya sudah terkontaminasi oleh limbah
pabrik sehingga tercium bau yang menyengat. Sebuah keadaan ironis di
mana aset berharga tanah Pasundan harus berhadapan dengan kerasnya arus
modernisasi industri. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran
manusia-manusia Sunda untuk melestarikan kekayaannya. Jangan sampai
keeksotisan Sanghyang Tikoro pudar karena tergerus materi dan
pragmatisme semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar